Rabu, 27 Pebruari 2019
Sistem OSS masih terus disempurnakan.
Sistem Online Sistem Submission (OSS) sebagai platform pengurusan perizinan secara terintegrasi berbasis elektronik sudah mulai berlaku sejak PP No.24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik diterbitkan. Namun dalam pelaksanaannya, OSS masih menyisakan beberapa persoalan yakni bagaimana dengan pengurusan perizinan yang berada di daerah.
Sekretaris Kementerian Bidang Koordinator Perekonomian, Susiwijono, menyampaikan bahwa sistem OSS masih memerlukan penyempurnaan. Misalnya saja jenis perizinan di sektor usaha yang dicantumkan dalam Klasifikasi Buku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) masih perlu di update. Susiwijono mengatakan bahwa ke depannya akan ada beberapa bisnis baru yang akan masuk ke dalam KBLI, terkait hal ini ada pihak yang akan membahas di level regulasi.
Bagaimana dengan pelaksanaan OSS di daerah? Program OSS, lanjutnya, akan terkoneksi dengan dinas Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang ada di daerah. Pelaku usaha yang ingin menggunakan OSS di daerah harus melewati dinas PTSP di daerah. Saat ini OSS sudah terintegrasi dengan 26 Kementerian/Lembaga (K/L), 545 Pemerintah Daerah (Pemda), kawasan industri, Kawasan Ekonomi Khusus, dan sebagainya.
“Beberapa pelayanan misalnya terkait perbankan itu bisa dilakukan melalui PTSP. Memang masih terdapat kekurangan, idealnya harusnya tiap daerah sudah ada Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), dari 545 daerah tidak sampai 15 yang punya RDTR,” kata Susiwijono di Jakarta, Selasa (26/2).
Adapun proses penerbitan perizinan dalam sistem OSS melewati pemerintah pusat yang diwakili oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), kemudian pemerintah pusat dalam hal ini K/L, lalu pemerintah provinsi (Dinas Penanaman Modal PTSP), dan pemerintah kabupaten/kota (DPM PTSP).
Sejak OSS diimplemetasikan, OSS sudah melakukan pelayanan perizinan mencapai ratusan ribu. Berikut detailnya:
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Danang Girindrawardana mengatakan pihaknya mendukung kebijakan pemerintah menerapkan sistem perizinan melalui OSS. Tetapi, ia memberi catatan, OSS harus segera disempurnakan. Sebab, faktanya saat ini belum semua proses perizinan yang dilayani OSS bisa berjalan.
Menurut Danang, para pengusaha, terutama pengusaha yang sudah existing, menaruh rasa khawatir terhadap pelaksanaan OSS ini. Guna mengurangi kekhawatiran dan kebingungan pengusaha terutama di daerah, pihaknya memberikan help desk kepada relasi yang ingin berinvestasi di Indonesia.
Selain itu, implementasi OSS di daerah masih minim. Hal ini disebabkan adanya peraturan daerah yang masih saling bertabrakan dengan Perpres Perizinan Terintegrasi ini. Sementara proses penyesuaian peraturan diberikan selama enam bulan oleh pemerintah pusat.
Menurutnya, kondisi ini berimbas pada “rivalitas” antara sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang sudah ada di daerah dengan OSS. Danang mempertanyakan dalam proses peralihan peraturan di daerah, apakah pengurusan masih bisa dilakukan di PTSP atau hanya di OSS saja. “Rivalitas” ini harus segera dikomunikasikan ke seluruh dunia usaha.
Sementara, peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Indra Krishnamurti mengingatkan pemerintah perlu memastikan penerapan sistem OSS dapat bekerja dengan baik hingga ke daerah-derah untuk memperlancar kemudahan berusaha dan membuka kesempatan lebih besar terhadap munculnya perusahaan rintisan.
“Supaya Indonesia bisa kompetitif, bahkan di tingkat kawasan Asia Tenggara, Indonesia perlu melakukan penyederhanaan prosedur perizinan dan memastikan pelaksanaan sistem OSS efektif hingga tingkat daerah,” kata Indra seperti dilansir Antara, Minggu (24/2).
Untuk mendukung implementasi OSS, lanjutnya, pemerintah perlu melakukan harmonisasi peraturan pemerintah pusat dengan peraturan daerah yang terkait dengan perizinan. Kondusifnya iklim usaha diharapkan bisa memunculkan unicorn (perusahaan rintisan dengan valuasi nilai di atas 1 miliar dolar AS) baru di Tanah Air.